where people ngobrol joyce...

BAHNHOFSTRASSE The eyes that mock me sign the way Whereto I pass at eve of day. Grey way whose violet signals are The trysting and the twining star. Ah star of evil! star of pain! Highhearted youth comes not again Nor old heart`s wisdom yet to know The signs that mock me as I go. (james joyce)

Rabu, 05 Desember 2012

Arthur Power : Perbincangan dengan James Joyce




Penulis: Arthur Power
Penerbit: Suhrkamp
Tebal: 143 halaman
Ketika aku membaca buku tipis berjudul Gespräch mit James Joyce (Perbincangan dengan James Joyce) karya Arthur Power, aku merasa, Joyce banyak sekali bicara di sini. Seperti kita tahu, Joyce sangat jarang mau diwawancarai. Sebab itu sulit ditemukan buku yang berupa wawancaranya. Menurut Power, karena Joyce ingin menyimpan kerahasiaannya dan tidak berniat mengumbar resep tulisan pada umum. Selain buku ini masih ada buku Das James Joyce Lesebuch (buku bacaan tentang Joyce), tapi di dalamnya hanya memuat sedikit saja ucapan Joyce. Pada buku merah berhalaman 143 ini, si Arthur Power membungkus perkataan Joyce dari hari ke hari, dari kafe ke kafe, dari pertemuan ke pertemuan di Paris dulu di tahun 1920-an. Setiap ia pulang dari bertemu Joyce, maka hasil perbincangannya ia tulis di rumah. Joyce sendiri mungkin tidak menyadari, potongan-potongan pembicaraannya itu akhirnya akan dibukukan.
Pada buku tipis itu, Power dan Joyce sama-sama membicarakan berbagai sastrawan. Kesanku, keduanya sama-sama punya pengalaman baca karya sastra yang banyak. Keduanya sepakat, kagum dengan Adré Gide. Rudin dari Turgenev juga disinggung, Putschkin dipuji Power, tapi Joyce mengelaknya.  Yang paling seru, keduanya berlama-lama membicarakan Bruder Karamasow-nya Dostojewski. Joyce hafal beberapa nama tokoh dalam novel Dostojewski itu. Power menyodorkan penulis wanita Jepang bernama Hofdame Murasaki dengan judul bukunya Die Geschichte von Prinzen Genji (Kisah Pangeran Genji). Power bilang, karya penulis Jepang ini ada tingkat kerumitan seperti Ulysses, sementara Joyce bengong melompong, merasa ada penulis lain yang punya kadar kerumitan dan keunikan berasal dari Jepang. Ia sendiri mengaku belum tahu. Pembahasan merambat ke Stendhal. Stendhal dianggap oleh Joyce kurang humor. Bahkan kebanyakan penulis Prancis menurutnya kurang humor. Joyce bandingkan dengan Bernard Shaw yang ada humor dan emosionalnya terkendali. Power menganggap Bernard Shaw bukan penulis romantiker. Joyce menampik, penulis romantiker atau tidak, mestinya humor itu hadir.
Keduanya membahas tentang Proust. Joyce memberi gambaran, model penulisan Proust bergerak tanpa disadari keindahannya merosot. Power menambahkan, Proust memang penulis eksentrik, seperti model tulisannya sulit dipahami. Bagaimana tidak, Proust itu sepanjang tahun selalu memakai jaket tebal, kaca mata hitam. Joyce menyahut,….“aku bertemu dia hanya sekali pada sebuah jamuan makan malam di acara sastra. Proust kala itu tanya aku, `kamu suka makanan dari jamur?` aku jawab, ya.“ Joyce mengumbar opini, kalau pada sastra Yunani mengusung model dan moral abad pertengahan. Sebuah model tulisan seharusnya mengalir seperti sungai, agar warna dan alaminya terus mengucur. Joyce juga memuji kesuburan budaya di Prancis dan Italia yang kaya nilai renaissance. Di Irlandia dianggapnya, ketinggalan.
Pada buku ini ketahuan, ternyata Power pernah dipinjami manuskrip Ulysses untuk dibaca di rumah, sebelum manuskrip itu dicetak. Dengan dibungkus amplop cokelat biasa, Power naik taksi membawanya pulang.
Buku perbincangan dengan James Joyce ini, Joyce bilang,… penulis modern harus berani berpetualangan yang nyerempet bahaya. Jangan melihat risikonya.  Walaupun upaya itu gagal. Dengan kata lain kita harus menulis yang nyerempet bahaya. Sekarang ini semuanya sudah hanyut dan terus bergerak dan sastra modern harus pula ikut di dalamnya, tanpa perkecualian. Pada Ulysses aku berusaha memasukan beraneka ragam variasi dari kehidupan dan peristiwa teraktual. Dengan kata lain, sebuah kota terdiri atas banyak tekanan. Aku menghindari kesan klasik, tapi terus mendekonstruksikan susunan yang sedang bergejolak dengan emosi yang terbatas. Bagiku, nuansa abad pertengahan lebih keras ketimbang era klasik.
Joyce tambahkan lagi,… nulis novel itu tidak perlu direncanakan jauh hari. Biarkan saja langsung meluncur, saat menulis itu akan timbul sendiri sosok-sosok, emosi yang aneh. Itulah pribadi-pribadi yang lahir dari proses spontan. Arthur Power menyodok Joyce dengan ucapan, tapi karyamu yang dua itu, Dubliner dan A Portrait…sangat liris. Itu karyamu saat muda, berbeda dengan karyayamu Ulysses yang kau tulis saat sudah matang. Joyce menampik,….yang penting bukan APA yang ditulis, tapi BAGAIMANA cara menuliskannya.
Suatu hari Power bertemu secara kebetulan dengan Joyce di daerah jalan yang paling terkenal di Paris, yakni Champs Elysèes. Mereka minum bersama, Joyce menyitir baris-baris dari The Waste Land-nya T.S. Eliot

O o o o that Shakespeherian Rag—
It`s so elegant
So intelligent
`What shall I do now? What shall I do?
I shall rush out as I am, and walk the street
With my hair down, so. What shall we do tomorrow?
What shall we ever do?`
Lalu Power pernah mengundang Joyce membicarakan Ulysses. Tapi saat Joyce datang pada acara itu, ada seorang bernama Tuohy yang menjengkelkan Joyce. Tuohy ini kawan Power yang suka mabuk menyindir Joyce langsung dengan bilang, ”Kamu menulis karya Best-Seller, ya? Harus kamu lakukan: Kamu menulis karya Best-Seller.”
Joyce marah. Setahun kemudian Tuohy diketahui meninggal bunuh diri di New York. Ketika berita duka disampaikan Power kepada Joyce, Joyce hanya bereaksi, ”Tidak kaget, ia juga sudah mencoba di dekatku untuk bunuh diri.”
Power di suatu hari diajak Joyce untuk mengambil beberapa bukunya yang dititipkan pada kawannya di daerah Jardin du Luxembourg. Power kagum dengan ruangan yang sunyi khusus untuk menulis itu. Setelah Joyce mengambil buku-bukunya dan manuskrip, Power memuji ruangan sepi untuk menulis, sebaliknya Joyce mengelak dengan bilang, “Kalau aku bekerja, aku ingin mendengar suara-suara di sekelilingku. Suara-suara kehidupan. Di ruangan ini, perasaanku seperti sedang menulis di sebuah kuburan. Aku sudah terbiasa menulis di sebuah losmen atau hotel. Kesunyian seperti di tempat itu menjadikanku sebuah kebiasaan, seperti yang telah Proust lakukan.”
Perbincangan tentang penulis beralih ke Hemingway muda. Power menganggap, Hemingway akan menjadi penulis besar, karena karyanya khas asli. Tapi keasliannya itu korup. Ia tulis tentang kebosanan dalam hidup, lama-lama memang dengan sastra menjadi bosan. Kisahnya seputar pemabuk alkohol, kekerasan di padang pasir, tidak ada kedalaman emosi. Hemingway lebih menonjol sebagai wartawan ketimbang penulis sastra. Joyce menambahkan, Hemingway mengikat dengan selendang antara sastra dan kehidupan. Bukankah kebanyakan penulis memang begitu,
Joyce dan istrinya pindah ke London. Power tidak bertemu lagi. Ketika Joyce kembali ke Paris, Power berusaha menemui Joyce, tapi ia merasa hubungannya sudah tidak akrab lagi seperti dulu. Kala itu Power menyadari, apakah arti dirinya yang tak dikenal umum. Sedang Joyce sudah menjadi sosok pribadi yang mendunia. Saat bertemu itu Joyce bilang kepada Power, kalau dirinya punya berita terpenting. Ketika berita itu ditanyakan, Joyce bilang, barusan punya cucu. Penerus generasi Joyce dari anaknya Giorgio dan pasangannya Helen. Power menganggapnya, berita lahirnya cucu itu tidak penting.

Kesempatan itu adalah pertemuan terakhir antara Joyce dan Power. Suatu pagi, koran Irish Time menelepon Power memintanya untuk menulis artikel pendek tentang Joyce.  Sebab Joyce telah meninggal. Power seperti kena strom petir, tidak menyangkanya, gagang telepon ia letakkan. Bukankah selama di Paris ia banyak bersinggungan dengan Joyce dan istrinya. Dari perkawanannya dengan Joyce itu, ia susun ulang kenangan berdua yang pernah ia lalui.
(Sigit Susanto)
diposkan 11 April 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar