where people ngobrol joyce...

BAHNHOFSTRASSE The eyes that mock me sign the way Whereto I pass at eve of day. Grey way whose violet signals are The trysting and the twining star. Ah star of evil! star of pain! Highhearted youth comes not again Nor old heart`s wisdom yet to know The signs that mock me as I go. (james joyce)

Rabu, 05 Desember 2012

Ulysses Dibaca Ketiga Kali




Ulysses Dibaca Ketiga Kali
Sigit Susanto*
Sampai sekarang Ulysses kubaca yang ketiga kali dengan durasi waktu selama 5 tahun 7 bulan. Pembacaanku yang pertama tepat selama tiga tahun (28 Maret 2006 – 3 Maret 2009). Pembacaanku kedua selama 2 tahun 7 bulan (24 Maret 2009 – 14 Oktober 2011).
Fritz Senn adalah seorang Joycean sekaligus pimpinan Yayasan James Joyce di kota Zürich, Switzerland. Ia lah yang memandu reading group novel Ulysses pada setiap Selasa dan Finnegans Wake pada setiap Kamis. Kedua novel tersebut dibaca dalam grup selama 1,5 jam sekali dalam seminggu.
Ia akui pembacaan superlelet pada Ulysses yang pertama tepat tiga tahun, karena peserta bisa duduk nyaman di kursi dan meja. Sehingga kemungkinan peserta bisa ngobrol dengan kawan di sebelahnya.
Akan tetapi menginjak pembacaan Ulysses yang kedua, peserta bertambah banyak. Tempat yang nyaman ada kursi dan meja nyaris tidak memuat lagi. Karena peserta melebihi 20-an, maka tempatnya di ruangan sebelah yang hanya tersedia kursi. Fritz Senn bilang, karena tempatnya kurang memadai maka demokrasinya terpangkas, antarpeserta tidak saling bicara, ia sendiri lah yang monopoli bicara.
Detik-detik menjelang baca penutupan Ulysses sungguh mengharukan. Stamina peserta masih sama seperti hari-hari sebelumnya, sekitar belasan jumlahnya. Penutup novel ini dengan kalimat berdesah, he could feel my breasts all perfume yes and his heart was going like mad and yes I said yes I will Yes.
Yes sebagai kata penutup dengan huruf kapital: Y. Yes menurut pak guru Senn, sebagai kata feminin. Memang bab 18 terakhir Ulysses ini berhamburan yes, sebagai monolog interior ibu Molly Bloom.
Ritual khatam Ulysses juga ditandai dengan makan-makan cemilan dan minum-minum di ruangan sebelah. Kawan-kawan urunan suka rela, sebagian dananya disumbangkan dalam amplop ke pak guru Senn, sisanya untuk membeli cemilan dan minuman. Maklum reading group ini gratis dan pihak Yayasan James Joyce sedang didera krisis finansial. Bank Swiss UBS yang awalnya membantu kelangsungan yayasan, kini tidak lagi, karena krisis yang melanda bank tersebut.
Sebagai penanda lain, ditayangkan film Ulysses hitam putih. Jauh sebelumnya sempat aku lontarkan pertanyaan ke kiai Senn ini, sekiranya aku bisa nonton filmnya? Ia sarankan, jangan lah nonton filmnya, khatamkan dulu, kalau tidak ingin kecewa. Dan tanpa diminta pun begitu khatam, kami semua diperlihatkan filmnya di layar lebar. Menurut Senn, versi baru ada juga, lebih realis, kalau film ini dibuat tahun 1960 di Dublin, saat itu dirinya ikut membantu di Dublin. Kata Senn, film ini lebih abstrak dan mirip dengan teks yang sesungguhnya.
Jika aku ditanya, setelah dua kali khatam Ulysses dan akan baca yang ketiga kali, maka apa yang aku dapatkan? Maka jawabku, lebih percaya diri dan berani jika hendak menulis prosa. Terutama setelah menjelajahi kerumitan teks Joyce. Intensitas teks yang kompleks menjadi kekhasan karya klasik modern. Tidak mungkin aku hafal semua tokoh dalam Ulysses, namun nama tokoh-tokoh penting yang sering muncul sudah mulai aku kenal. Teknik Joyce mederetkan konsonan, vokal, susupan kata asing dari berbagai bahasa, menyisakan kesan harmonis. Tak kalah pentingnya, kelucuan di balik frase unik dan data ensiklopedis maupun dari media dan buku.
Yang paling kusukai, monolog interior radikal tanpa titik koma puluhan halaman. Adapun kelemahan membaca Ulysses, semakin tak bersemangat membaca karya penulis lain. Kecuali karya Franz Kafka yang juga menjadi idolaku.
Yang kuanggap baru lagi menurutku, ternyata roman biografi kisah pacaran Joyce dan Nora ini, sosok Joyce menyublin ke dalam dua tokoh utama pada Ulysses. Stephen Dedalus sebagai guru yang cerdas dan intelek dan Leopold Bloom sebagai pekerja koran berisi iklan yang sabar dan sopan. Sifat Joyce dan kecerdikan Joyce berhamburan pada dua tokoh itu.
Selasa, 8 November 2011, pukul 17.30 hingga 19.00 awal baca Ulysses yang ketiga. Saat aku hadir ternyata sudah ada antrean yang didaftar dengan kertas. Rupanya koran nasional Swiss, Tages Anzeiger pada 4 November 2011 mewartakan putaran baru rencana reading group Ulysses. Judul koran tersebut cukup memikat, James Joyce untuk para Amatir dan Humoris, Pada Selasa dimulai sebuah putaran reading group baru pada Yayasan James Joyce. Pengembara baca ini bisa sampai tiga tahun. (James Joyce für Amateure und Humoristen, Am Dienstag beginnt eine neue Ulysses Lesegruppe in der James Joyce-Stiftung. Das Leseabenteuer kann bis zu drei Jahre dauern). Dijelaskan, Fritz Senn sudah lebih dari 50 tahun berkutat dengan novelis Irlandia, James Joyce. Pertama kali tahun 1982 ia menemukan kelompok kecil mahasiswa membaca Ulysses bersama-sama. Sejak peristiwa itulah, ia tekuni baca dari halaman ke halaman. Joyce tidak memasukan unsur yang berbau akademis. Sebab tujuan reading group ini untuk menemukan kelucuannya dalam Ulysses. Ulysses berperan dalam Odyssey karya Homer. Tokoh utama Leopold Bloom pada Ulysses, berseberangan dengan mitos kepahlawanan pada Odyssey. Leopold Bloom digambarkan sebagai lelaki yang sangat sopan, penuh kemanusiaan, dimana pembaca bisa pula menikmati suasana sehari-hari. Pembaca akan diajak menyusuri koran Dublin melalui kebingungan dan kesalahannya pada waktu itu 16 Juni 1904. Selain akan menemukan 8 kalimat panjang sebagai rekor karena tanpa titik dan koma. Pembaca akan ikut hanyut dalam arus ketidaksadaran Molly bermonolog. Fritz Senn mewanti-wanti bahaya membaca novel ini akan kecanduan. Sudah banyak korban berulang-ulang, sejak 20 tahun lalu reading group ini dimulai.
Suasana ini bukan baru untukku, sebab tiga tahun silam ketika mulai baca Ulysses juga begini. Tapi kuakui, kali ini sekitar 30-an orang datang. Bahkan ada dua kawan lama yang mendaftari dan menanyakan, sekiranya ada yang masih waiting list?
Kutatap sekeliling, ada nenek tua beruban semua bilang, syukur aku hadir. Nenek asal Hongaria itu memang kawan lama. Segera kutahu, ternyata kawan-kawanku angkatan tiga tahun silam yang belasan jumlahnya, hanya kulihat 3-4 orang. Selebihnya semua peserta baru. Kawan-kawan lama kudengar banyak yang pindah ke reading group Finnegans Wake. Yah, aku tetap akan setia mengulangi Ulysses lagi. Bagaimana tidak, untuk khatamkan Finnegans Wake butuh waktu 12 tahun. Finnegans Wake yang terdiri atas 628 halaman ini diakhiri dengan kata the dan dibuka dengan kata, riverrum. Luar biasa seolah Joyce sengaja tak akan menutup ceritanya, melainkan kalimatnya gandeng-bergandengan dengan perekat kata the riverrum.
Aku pernah ikut sekali reading group novel mahasulit ini, selama 1,5 jam baru bisa membaca 38 baris saja, kurang dari 1,5 halaman. Pantas Susan Sontag berujar, Finnegans Wake merupakan salah satu novel dunia yang sulit diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Kalau waktu 12 tahun itu aku pakai khatamkan Ulysses, aku bisa khatam 4 kali.
Di ruangan aku duduk paling depan, tanpa meja dengan lampu tidak begitu terang. Jendela sedikit menganga, namun tak lama lagi ditutup, mengingat angin dingin menyelinap ke dalam.
Guru Senn berkemeja hijau kekuningan lengan panjang mulai angkat bicara. Kita akan membaca Ulysses very slow. Apakah ada yang sudah pernah membaca Ulysses? Dari seluruh peserta itu hanya 3 orang yang mengaku sudah khatam, sisanya menyerah di tengah jalan. Adakah native speaker? Tiga perempuan mengacungkan jari, mereka dari Inggris, Kanada dan Irlandia.
Kata Senn lebih jauh, Novel ini sangat terkenal dan membuat orang takut, meskipun banyak nuansa lucu. Tantangan bagi intelektual. Untuk menyelesaikan pembacaan ini perlu waktu tiga tahun, tapi Joyce juga memerlukan waktu lama sekali menulisnya. Sebagian besar Ulysses ini ditulis di Universitätstrasse, Zürich. Sejauh ini ada pertanyaan? Seorang bertanya, apakah bisa membeli Ulysses dari penerbit manapun? Senn menasihati untuk membeli Ulysses versi editing dari Hans Gabler, orang Jerman. Versi Gabler inilah yang paling mendekati sempurna.
Seorang lelaki bertanya, apa manfaatnya membaca Ulysses? Senn menggambarkan, Ulysses ini seperti rokok, pembaca akan kecanduan. Tapi kecanduan yang baik. Ia paparkan, apa yang harus dilakukan. Pertama, peserta akan mendengarkan CD beberapa paragraf yang dibaca dengan aksen Irlandia asli. Kemudian Senn membaca ulang dari awal kata per kata.
Teks halaman pertama dimulai dengan kalimat:
*Stately, plump Buck Mulligan came from the sairhead, bearing a bowl of lather on which a mirror and a razor lay crossed. A yellow dressinggown, ungirdled, was sustained gently behind him on the mild morning air. He held the bowl aloft and intoned:
-Introibo ad altare dei.
……
……
Senn menjelaskan, banyak ajektif yang aneh dipakai Joyce, seperti: Stately, plump. Bahasa Latin Introibo ad altare dei artinya aku akan memasuki ke alam Tuhan. Frase ini sering dipakai pendeta untuk berkotbah di gereja.
-Come up, Kinch! Come up, you fearful jesuit!
Ucapan Buck Mulligan ini mengejek Stephen Dedalus dan tidak menghormati.
Kata-kata sulit yang mendapat penjelasan dari Senn.
-Back to barracks! He said sternly
Sebuah komando dalam militer. Menyindir tentara Inggris yang menjajah Irlandia dulu.
-bear: old fashion
-aloft: ceremony
-intoned: melodi
-genuine Christian: new christ, body and soul and blood
-Chrysostomos: mulut emas, golden speech dalam bahasa Yunani, antara realistik dan spekulasi.
-white corpscles: darah
-Ulysses: ruh Yunani antik.
-Mallachi Mulligan sama dengan Buck Mulligan.
-Tell me!: sering dipakai Homer dalam Odyssey.
-God, isn`t dreadful?: umpatan orang Inggris saat menjajah Irlandia.
-O, my name for you is the best: Kinch, the knifeblade (sebutan untuk Buck Mulligan)
-O, woful lunatic!: Joyce membuat dialog tanpa memakai tanda tanya (?).
-The snot green: it is not green, victorian/english grammar.
-Great smelt mother: mythological.
-Epi oinopa ponton: bahasa Yunani, ponton: laut
-Thalatta! Thalatta: suara laut dalam Odyssey. Juga simbol akan sampai ke rumah. Joyce mencoba dengan perspektif yang beda.
-Kingstown: bagian kota kecil di Dublin.
-Our mighty mother!: sangat puitis, ungkapan sering dipakai penyair Irlandia.
-Mother: ingat kepada ibu Stephen. Kematiannya seperti kematiannya ibu Joyce.
-Hyperborean: tidak perlu diurus, berasal dari Nietzsche.
-A lovely mummur! He murmured to himself: Dari Julius Caesar-Shakespeare.
-Odour: aroma
-Rotting liver: organ tubuh, tak hanya selalu romantis.
-Secondleg: secondhand.
-Doftyville: nama sindiran pada sebuah ladang pertanian di barat laut Dublin.
-Hair on end: Senn mengakui tidak tahu maksudnya. Joyce memakai eksterior dan interior monolog. Teknik ini bisa dicoba dengan bicara di depan kaca.
-I pinched it out of the skivvy`s room: di belakang banyak pembantu.
-Lead him not into temptation: dari Oscar Wilde.
-Seeing his face in the mirror: Oscar Wilde sebut, kaca punya ciri alami.
Sampai kalimat: The craked lookingglass of a servant, pembacan dihentikan. Selama 1,5 jam kami hanya membaca 4 halaman.
0O0
diposkan 7 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar